Pages

Gertak Sambal Tidak Pedas ala PKS

Lagi-lagi PKS tak kekurangan akal untuk membuat partai mereka jadi bahan berita dan terus dibincangkan publik se-Indonesia. Kali ini – lagi-lagi dan lagi – issunya :keluar dari Setgab Koalisi. Pelontarnya siapa lagi kalau bukan “Ruhut Sitompul”nya PKS : Bang Fahri Hamzah. Di Partai Demokrat, si pelontar martil issu-issu kontroversial dan tak populer selalu Ruhut Sitompul. Misalnya wacana Presiden bisa dipilih sampai 3x periode atau wacana Ibu Ani Yudhoyono maju pada Pilrpes 2014, dan banyak wacana issu lainnya. Seperti testing the water saja, kalau issu itu kemudian dimuntahkan oleh publik dan pengamat politik dengan kemuakan, maka buru-buru elit politik PD lainnya akan langsung berkilah dengan mengatakan itu hanya pendapat pribadi Ruhut semata. Tapi jika kemudian issu itu dikunyah dan ditelan publik, maka elit PD lainnya akan ikut meramaikan wacana yang sudah dilempar Ruhut.
Begitupun dengan Fahri Hamzah di PKS. Dengan gaya khasnya yang menggebu-gebu – beda tipis, serupa tapi tak sama – dengan RS, Bang FH tegas menyatakan ia ingin PKS keluar dari Setgab Koalisi. FH Bahkan menyebut dirinya kerap mengkritik Pemerintahan SBY. Lontaran dari FH ini ditangkap dengan sigap oleh rekan sejawatnya di Komisi III, Nasir Djamil, yang mengamini usulan FH.
136938217523877616
Fahri Hamzah (foto : www.kaskus.co.id)
Sekedar menyegarkan ingatan kita semua, pasca reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang kedua kali pada 20 Oktober 2011 lalu, PKS merotasi kadernya di Senayan. Salah dua yang dirotasi adalah Fahri Hamzah dan Nasir Djamil yang selama itu cukup vokal di Komisi III yang membidangi hukum. Santer beredar issu bahwa rotasi itu terkait pencopotan satu Menteri PKS dari Kabinet yang menandakan kegeraman SBY atas ulah politik 2 kaki PKS : mau jatah kursi di kabinet, tapi garang dan tak bersahabat di parlemen. Rotasi ini juga tak lama setelah Fahri Hamzah melontarkan wacana pembubaran KPK pada 4 Oktober 2011.
Setelah Fahri Hamzah sempat dirotasi ke Komisi VII dan Nasir Djamil ke Komisi VIII, kini, PKS mengembalikan lagi 2 kader ini ke kamar semula di Komisis III, sementara Indra, kader PKS di Komisi III kini di rotasi ke Komisi X. Pengembalian FH dan ND ke Komisi III di saat masa tugas parlemen hanya tinggal 1,5 tahun lagi, tentu bukan tanpa sebab. Banyak pihak menduga kedua “vokalis” ini memang ditugaskan untuk mengawal proses hukum atas LHI di KPK. Tak bisa dipungkiri, yang selama ini sangat keras bersuara menentang KPK memang Fahri Hamzah. Dengan menguatnya kembali posisi FH dan ND di Komisi III, lontaran wacana keluar dari Setgab Koalisi ibarat sengaja menantang. Tapi benarkah PKS akan seserius itu dan berani keluar dari koalisi?!
13693822521861582546
Nasir Djamil (foto : news.detik.com)
Baru hitungan jam teriakan Fahri, sudah menuai bantahan dari koleganya di PKS, baik yang secara halus semacam Hidayat Nur Wahid : itu hanya wacana pribadi Fahri, atau yang terang-terangan seperti Tiffatul Sembiring : PKS tetap di koalisi. Saya sampai tergelak membaca topik di kaskus yang berjudul “Fahri : PKS Keluar dari Koalisi, Tiffie : Kagak, gw masih uenak jadi Mentri”. Selain HNW (Ketua Fraksi PKS) dan Tiffatul – dua mantan Presiden PKS yang tentunya masih punya pengaruh di internal partai – Sekretaris FPKS DPR RI, Abdul Hakim dalam wawancaranya di TV One semalam pun menyatakan bahwa itu hanya wacana saja dan keputusan masih menunggu hasil sidang Majelis Syuro. Begitu pun Refrizal, anggota DPR dari PKS yang jadi nara sumber di Metro TV, terkesan sangat menghindari soal keluarnya PKS dari koalisi dan justru memberikan jawaban yang jauh panggang dari api, soal rapat internal PKS membahas rencana kenaikan BBM. Ini cermin kebingungan di internal PKS terkait lontaran wacana keluar dari Koalisi.
Mari kita mundur ke belakang, untuk mengingat kembali wacana keluar (atau dikeluarkan?) dari koalisi antara PKS vs PD. Sekitar Oktober 2011, SBY sedang galau karena ia sudah terlanjur mengumumkan akan mereshuffle KIB II dan hasil reshuffle diumumkan 20 Oktiber 2011. Santer beredar kabar, PKS yang sering menunjukkan tanda-tanda pembangkangan di parlemen, akan dikurangi jatah kursi mentrinya, salah satu mentri dari PKS akan dicopot. Waktu itu Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, sudah dipanggil ke Cikeas.
13693825091446174372
Itu hanya wacana pribadi Fahri Hamzah (foto : antara)
PKS tentu tak tinggal diam menghadapi issu ini. Para elitnya di Senayan mulai berkoar menebar gertakan : kalau sampai satu saja kursi mentri PKS digeser, maka PKS akan menarik mundur semua (4 orang) mentrinya! Jangankan dicopot dan dikurangi, ada yang digeser saja PKS tak mau. PKS menganggap posisi 4 mentri itu sebagai “jatah”, mereka bahkan kemudian mulai menyebut adanya kontrak politik khusus antara PKS dengan SBY (bukan Demokrat) yang oleh Anis Matta kala itu disebut “special pake telor 2”. Artinya, keberadaan PKS dalam koalisi sedikit lebih istimewa dibanding parpol lain. Maka dari itu, meski perolehan suara PKS di parlemen Cuma sekitar 7%an saja, tapi “jatah” kursi mentri untuk mereka cukup banyak.
Tapi apa daya, SBY yang rupanya sudah terlanjur jengkel dengan sikap PKS yang dianggap bermain di 2 kaki, tak gentar dengan gertakan itu. Dicopotlah satu mentri, yaitu Menristek. Posisi yang dianggap paling kecil resikonya ketimbang mencopot Menkominfo, misalnya. PKS makin meradang. Mereka menggelar rapat pimpinan (atau rapat koordinasi, entah apa namanya, saya lupa) di sebuah hotel berbintang di Jakarta. Semua mata media massa tertuju pada rapat tersebut. Sayangnya, rapat berakhir tanpa keputusan pasti : PKS akan keluar atau tetap di koalisi. Saat itu, PKS menjanjikan keputusan sikap PKS mengenai koalisi akan ditetapkan pertengahan bulan Nopember 2011 karena masih menunggu sikap dari daerah-daerah. Nopember berlalu, kembali media massa menanyakan kepastian tentang rencana keluarnya PKS dari koalisi. Lagi-lagi dijawab : tunggu akhir tahun. Mestinya akhir tahun 2011, karena saat itu tahun 2011. Sayangnya, sampai masuk tahun 2012, PKS masih tetap bertahan di koalisi dan omong besar soal akan menarik semua mentrinya tinggallah sesumbar belaka. Tiga mentrinya masih eksis di KIB II.
1369382564888786219
PKS tetap di koalisi (foto : news.detik.com)
Penghujung Maret 2012, pro kontra soal kenaikan harga BBM memanas di DPR. Lagi-lagi PKS membikin SBY dan Demokrat kesal karena ulahnya di sidang paripurna. Itu memang hak politik PKS, namun sebagai mitra koalisi, tentu tak elok bersikap mendua seperti itu : di eksekutif mau dapat bagian kursi jabatan, tapi di legislatif menggebuki. Istilah Soetan Batoeghana : “koalisi basa basi”mau basa(h)nya saja, tapi tak mau basinya.
Akhirnya, pasca sidang paripurna, pada 3 April 2012, SBY menggelar rapat dengan Setgab Koalisi, kali ini PKS benar-benar tak diajak rapat. Ini seolah sindiran halus bahwa PKS dipersilakan keluar saja dari koalisi. Usai rapat Setgab, Sekretaris Setgab Parpol Pendukung Pemerintah Syarief Hasan menegaskan, PKS tak lagi menjadi anggota koalisi. PKS dinilai melakukan pelanggaran berat karena tidak menjalankan kebijakan strategis yang wajib didukung dan dilaksanakan seluruh anggota koalisi. PKS dinilai melanggar kesepakatan koalisi tentang tata etika. Dalam poin kelima kesepakatan koalisi, anggota koalisi yang tidak sepakat dengan kebijakan strategis pemerintah dianggap mengundurkan diri dari koalisi.“Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi partai telah berakhir,” demikian petikan poin kelima kesepakatan koalisi.
1369382704899058295
Salim Segaf Al Jufri Mentri Sosial (foto : nasional.news.viva.co.id)
Kendati demikian, meski dari pihak SBY/Demokrat telah terang-terangan mengusir secara halus, PKS tetap menyatakan akan pikir-pikir sebagaimana disampaikan oleh Mentri Sosial Salim Segaf Al Jufri, kader PKS di Kabinet. Dua kali sudah wacana keluar dari koalisi menemukan momentumnya. Jika pada Oktober 2011 PKS berdalih SBY yang telah melanggar kontrak politik khusus SBY dengan PKS, pada April 2012 justru Demokrat yang menyatakan PKS telah keluar secara otomatis karena mengkhianati poin ke-5 perjanjian koalisi. Dua momentum itu sebenarnya cukup kuat alasan bagi PKS untuk keluar. Tapi, nyatanya PKS masih tetap betah bertahan di koalisi.
Kini, entah sekedar pengalihan issu dari hantaman kasusnya dengan KPK, mendadak PKS melalui Fahri Hamzah dan Nasir Djamil meyuarakan kembali issu keluar dari koalisi dengan dalih desakan dari bawah menguat. Akankah kali ini PKS konsekwen, satu kata dengan perbuatan? Akankah kali ini PKS tidak sayang lagi dengan “jatah” kursi mentrinya yang tinggal 3? Mari kita coba menimba-nimbang untung ruginya bagi PKS dan Demokrat/SBY.
1369382823927831333
Nurhayati Ali Assegaf (foto : www.merdeka.com)
Dari pihak PD, Ketua Fraksi PD, Nurhayati Ali Assegaf telah mempersilakan PKS menuju pintu keluar koalisi. Nurhayati yang juga Wakil Ketua Umum PD menyatakanPemerintahan tak akan terganggu kalau PKS keluar dan menyilakan PKS menarik saja mentrinya dari kabinet. Karena Demokrat masih punya stok tokoh-tokoh yang cerdas dan mampu menggantikan posisi mentri dari PKS. Tokoh Demokrat yang lain, Syarief Hasan dan Soetan Batoeghana memang masih tampak malu-malu dan menjaga etika untuk tak memperkeruh suasana.
Dari pihak PKS sendiri bagaimana? Seperti sudah saya ulas di atas, Ketua dan Sekretaris Fraksi PKS sudah menyatakan itu hanya wacana pribadi Fahri Hamzah. Tiffatul Sembiring bahkan lebih jelas menampakkan keengganannya kalau harus meninggalkan kabinet, bahasa tubuh dan mimik mukanya menggambarkan hal itu, meski seperti koleganya yang lain TS juga menyatakan keputusan ada di Majelis Syuro. Anis Matta 2 hari lalu mengatakan PKS masih jauh dari pemikiran itu.
13693829881197380515
1369383148615300635
Umur KIB II hanya tinggal 1 tahun 5 bulan lagi. Efektifitas kabinet bahkan hanya tinggal tak sampai setahun lagi, karena pasca Pemilu 9 April 2014, konstelasi politik akan berubah sesuai komposisi parpol pemenang Pemilu 2014. Belum lagi jika Pilpres diadakan Juni 2014. Jadi, kalau PKS melepas kursi mentrinya sekarang, ibarat“tinggal glanggang colong playu” kata mendiang Soeharto. PR besar yang ditinggalkan Mentri Pertanian misalnya, akan meninggalkan stempel buruk bahwa mentri PKS hanya bisa lari dari masalah. Harga daging sapi yang mencapai angka Rp. 80.000,-/kg untuk daging kualitas buruk dan Rp. 100.000,-/kg untuk daging kualitas baik dalam 6 bulan terakhir ini, adalah bukti kegagalan Suswono. Kini rakyat Indonesia menjadi pembeli daging termahal di dunia yang mencapai 2x lipat harga daging sapi di pasar dunia. Padahal dulu harga daging sapi hanya Rp. 65.000,-/kg. Suswono pun masih punya hutang janji, akan menstabilkan harga daging sapi hingga mencapai angka Rp. 75.000,-/kg sebelum Ramadhan. Tentu butuh pembuktian untuk ini. Jangan sampai dengan keluar dari koalisi Suswono punya alasan berkelit dari tanggung jawab.
1369383263924950983
1369383350387349066
Untuk 2 mentri yang lain : Menkominfo dan Mensos, tak ada prestasi istimewa dan luar biasa dari mereka. Jadi kalau pun mereka tinggalkan kursi mentrinya, mereka sendiri yang “kalah” karena belum sempat membuktikan prestasinya. Sebaliknya, siapapun kelak yang akan menggantikan posisi 3 mentri PKS, dari parpol apapun, dengan sisa masa jabatan setahun ke depan, publik tentu tak akan berharap banyak. Kalau pun tak ada perbaikan signifikan, mereka bisa berdalih : ini PR yang ditinggalkan Mentri PKS. Jadi, maju kena mundur kena bagi PKS. Lebih banyak buntungnya ketimbang untungnya, jika keluar dari koalisi.
13693833892064676132
1369383467831037002
1369383508828907329
Bagaimana pun, kata telah terucap. Sekali lagi publik telah disuguhi wacana tergesa-gesa, ultimatum akan keluar dari koalisi. Tapi seperti yang sudah-sudah, saya yakin kali ini pun ucapan PKS melalui FH dan ND hanyalah gertak sambal belaka. Tadi saya mencoba membaca beberapa berita dari internet seputar masalah ini, opini publik yang meruak di kolom komentar semuanya sama : meragukan tekad PKS keluar dari koalisi bahkan mulai tak percaya dengan gertakan ala PKS. Kalau boleh mencomot istilah Boni Hargens semalam di Metro TV : “kalo ini gertak sambal, gak pedes! Ini gertakan kecap, dijilat nanti sama Demokrat!”
Nah, kita tunggu saja bagaimana akhir gertak sambal tak pedas ini.

No comments:

Post a Comment